Jika Kita Dizalimi (Tribute to Cerebri 07)

A tribute to Cerebri 07 yang sedang tersakiti.

Sebut namanya Aisyah. Adalah ia, seorang anak yatim yang tinggal di sebuah rumah sederhana bersama ibu dan enam orang saudaranya. Ia adalah anak ke-3, dan mengikuti pendidikan di Akper Padang. Di tahun kedua kuliahnya, ia mulai mengenal tarbiyah.

Mendalami Islam dengan sungguh-sungguh adalah hal yang tabu di tahun 80-an. Usroh, yang kini kita kenal dengan sebutan liqo atau mentoring atau halaqoh, dijalani secara diam-diam. Begitu pula dengan Aisyah. Ia mengikuti usroh di malam hari di tempat yang tidak jauh dari rumahnya. Dan ia mendapatkan begitu banyak dari usroh yang diikutinya.

Ia ingin hijrah secara total. Di tahun kedua kuliahnya ia memberanikan diri menghadap dosen untuk meminta izin menggunakan jilbab. Tidak seperti sekarang, jilbab dulu dianggap aneh, asing, bahkan sesat. Apalagi jilbab yang lebar. Yang orang-orang tahu jilbab itu digunakan untuk mencuri, untuk menyembunyikan barang curian. Juga ada isu jilbab beracun, yang katanya di balik jilbab itu disembunyikan racun. Jadi tentu saja, ia tidak mendapat izin.

Di tahun ketiga, keinginannya semakin kuat. Namun izin tetap tidak didapat. Ia berangkat ke kampus dengan menggunakan gamis dan jilbab. Karena dengan pakaian seperti itu ia tidak bisa memasuki kampus, ia mengganti pakaiannya dengan seragam di sebuah rumah di depan kampus. Saat pulang ia ke rumah itu lagi untuk mengganti pakaiannya. Begitu terus setiap hari. 

Dengan pakaian yang menutup aurat, ia menjadi perhatian di mana saja. Orang-orang berbisik, membicarakan, memandang dengan tajam. Ia tahu, banyak yang tidak menyukainya karena itu, namun ia tak peduli. Orang-orang tahu bagaimana ia terus mengganti pakaian di rumah itu, namun tak jadi masalah baginya. Dosen-dosennya, teman-temannya, seringkali berusaha membujuknya agar bersabar. Ikuti dulu peraturan yang ada, nanti setelah lulus baru pakai jilbab. Ia hanya  mengatakan, “Kalau mati sebelum lulus bagaimana?”

Saat menyusun skripsi, ia sering ditekan. Tidak mudah menghadapi dosen dengan image seperti itu. Namun sama sekali tiada rasa takut dalam hatinya. Setiap memasuki kampus, menemui dosen, ia berkata pada dirinya, “Yang pantas ditakuti hanya Allah, yang pantas ditakuti hanya Allah.”

Salah satu dosen kemudian memberinya nilai mati, bukan karena kesalahannya. Dengan nilai mati itu, tak mungkin ia bisa lulus, kecuali ada nilai lain yang mengimbanginya. Dan dengan kehendak Allah, seorang dokter spesialis THT-KL digerakkan hatinya untuk memberi nilai sempurna, hingga alhamdulillah, ia lulus.

Setelah lulus, ia memakai jilbab dengan sempurna. Tapi ia masih harus menghadapi satu hal : wisuda, dengan pakaian yang tidak boleh menutup semua aurat. Namun kini tak ada lagi toleransi. Ia tak akan membuka jilbabnya, meski hanya untuk beberapa jam saat wisuda.

Untuk mendapatkan izin, ia menemui semua yang bisa ditemui. Mulai dari dosen-dosen pinggiran hingga direktur Akper. Namun nihil. Ikhwan dan akhwat Padang saat itu juga berikhtiar membantu. Berkali-kali mereka berusaha menemui Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, namun beliau selalu sedang dinas ke luar kota. Ustadz dan ulama pun banyak memberi saran. Tapi tetap, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Aisyah bahkan sampai dipanggil ke Koramil dan disidang berjam-jam di sana.

Suatu hari ia bertemu dengan seorang akhwat yang akan berangkat ke Bukittinggi. Akhwat itu bertanya bagaimana perkembangannya. Mendengar cerita Aisyah, akhwat itu langsung membatalkan keberangkatannya, “Ayo kita temui Bu direktur.”, katanya. Mereka dan ibu Aisyah pun pergi ke rumah Direktur Akper, yang merupakan istri Kepala Dinas Kesehatan Kota. Di sana, yang mereka dapatkan hanya celaan. Ibu Aisyah tampak seperti orang miskin rendahan yang memohon-mohon pada seorang ratu. Mereka pun pulang dengan hati penuh luka dan cucuran air mata.

Saat teman-teman Aisyah sedang latihan wisuda, ia dipanggil oleh petinggi kampus dan dosen-dosen, disidang sendirian. Ia diberi dua pilihan : Ikut wisuda dengan pakaian universal, atau tetap dengan jilbab tapi ia tidak akan diwisuda dan dianggap tidak pernah berkuliah, jangan harap ada ijazah. Pembimbing akademiknya tidak tega saat itu, beliau pergi meninggalkan ruangan. Dan Aisyah, membuat seisi ruangat kaget, dengan mantap menjawab, “Saya memilih dikeluarkan.”

Selesai sudah. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Semua ikhtiar sudah dijalankan. Usahanya, tenaganya, uang, dan segala yang ia lakukan dan korbankan untuk kuliah, semua berakhir di sini. Ibunya sangat terpukul. Di keluarga, ia dicap anak durhaka. Namun ia selalu ingat dengan surat At-Taubah : 24, “Katakanlah : Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.

Wisuda, adalah sebuah hal yang sangat dinantikan oleh Ibu Aisyah. Ibunya selalu memimpikan dirinya hadir di wisuda anaknya. Dan Aisyah adalah anaknya yang pertama kali diwisuda, karena kedua kakak Aisyah yang lebih lama masa pendidikannya belum selesai kuliahnya. Ibunya sangat sedih dan seringkali menangis. Apalagi SK PNS Aisyah, yang dulu didaftarkan secara kolektif seangkatan sudah keluar. Jadi setelah diwisuda sesungguhnya ia bisa langsung bekerja.

Di hari H wisuda, banyak akhwat yang menemani Aisyah di rumahnya. Namun ibu Aisyah, bersikeras untuk tetap hadir. Keinginannya untuk menghadiri wisuda sejak lama tak lagi bisa ia tahan. Aisyah berusaha melarang ibunya, ia tahu ibunya hanya akan menangis di sana. Tapi ibunya tetap pergi, ditemani salah seorang adiknya. Dan saat pulang, adiknya mengatakan, “Sejak mulai acara sampai selesai, Mama terus menangis.”

Tidak apa, Aisyah ikhlas. Toh ilmunya sudah ia dapatkan, meski ia tidak memiliki ijazah. Ikhwan dan akhwat masih sering datang ke rumahnya. Yang ikhwan membantu menghibur ibunya, mengobrol dengan beliau. Aisyah juga tidak mengingat masalah itu lagi, ia mulai memikirkan kegiatan yang akan ia lakukan, ke mana ia berusaha mencari pekerjaan. Hingga setelah beberapa hari, seorang kurir datang mengantarkan surat untuk Aisyah. Surat panggilan dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar yang selama ini selalu sedang di luar kota tiap kali ditemui.

Aisyah memenuhi panggilan itu. Kepala Dinkes tersebut ingin mendengar dari Aisyah, apa yang jadi penyebab ia tidak diwisuda. Laporan yang beliau dapatkan dari pihak Akper, bahwa Aisyah adalah mahasiswa pembangkang yang tidak mau ikut aturan. Lalu Aisyah pun mengatakan, “Saya hanya minta, lengan baju wisuda yang sepanjang lengan menjadi sepanjang pergelangan tangan, rok yang sependek lutut menjadi sepanjang mata kaki, dan saya bisa memakai jilbab.” Sontak Kepala Dinkes tersebut mengatakan, “Oh… jadi itu masalahnya..!”

Setelah momen itu, dosen-dosen yang dulu mendukung Aisyah diam-diam, jadi berani memperlihatkan dukungannya. Salah seorang dosen menceritakan, bahwa Direktur Akper dipanggil oleh Kepala Dinkes Propinsi dan dimarahi di sana. Katanya Kepala Dinkes tersebut mengatakan kepada Direktur Akper, “Kalau anak saya seperti Aisyah saya bakar kemenyan sekarung!”, yang menandakan bahwa ia akan sangat bersyukur.

Tidak lama kemudian ada surat lagi yang ditujukan untuk Aisyah. Ia kini dipanggil untuk melaksanakan wisuda. Jadi, atas instruksi Kepala Dinkes Propinsi tersebut, untuk Aisyah diadakan wisuda lagi, seperti yang sudah diadakan untuk teman-temannya. Semua sama, acaranya, fasilitasnya, makanannya, semua sama. Yang berbeda hanya jumlah wisudawannya, hanya itu. Ibu Aisyah pun diminta untuk memberi kata sambutan dari orang tua. Dan semua biaya untuk wisuda, dibebankan pada Direktur Akper, yang pada hari itu tidak berani hadir.

Hari itu juga, di saat teman-teman Aisyah yang sudah diwisuda sebelumnya menjadi pengangguran menunggu keputusan tempat bekerja, Kepala Dinkes Propinsi bertanya pada Aisyah, “Kamu mau kerja di mana?” Aisyah menjawab, “RS Ibnu Sina.” Dan kata Kepala Dinkes tersebut, “Ya, kamu diterima.” Jadilah Aisyah, orang pertama yang bekerja di angkatannya.

Tidak berhenti sampai di situ. Media massa pun berebut meliput berita tentang seorang mahasiswa yang dikeluarkan karena jilbab. Cerita perjuangan Aisyah tersebar, dan juga disebut-sebut di ceramah-ceramah. Semua salut kepadanya.

Bagaimana dengan orang yang telah menzaliminya? Tidak perlu dijelaskan dengan rinci, namun mereka telah mendapat balasan yang setimpal, meski balasan itu tidak datang segera.

Sahabat, jika kita dizalimi, sungguh itu adalah ujian dari Allah. Ujian yang akan membuat kita kuat, ujian yang akan mendekatkan kita pada-Nya. Ujian yang jika lulus, Allah akan berikan begitu banyak kenikmatan. Seperti yang Allah janjikan dalam surat Ath-Thalaq :2-3, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah akan melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

Allah akan mencukupkan keperluan kita, bukan keinginan kita. Karena kita yakin, Allah saja yang tahu apa yang terbaik untuk kita. Maka jika kita dizalimi, tetap keluarkan ikhtiar yang maksimal, dan serahkan hasilnya pada Allah. Tetap berikan sikap terbaik kita, dan ucapkan doa yang terbaik pada Allah. Doa orang yang dizalimi diijabah Allah, kita tahu itu. Allah memberi balasan atas apa pun, kita tahu itu.

Mungkin, kenikmatan yang kita dapatkan karena perjuangan ini tidak segera kita rasakan. Atau bahkan bisa jadi tidak di dunia ini, bisa jadi perjuangan itulah yang akan membuahkan surga.  Dan azab untuk kejahatan yang dilakukan juga begitu, kita tidak tahu kapan tibanya. Tapi kita tahu dan yakin, janji Allah pasti.

Tetap semangat dan lakukan yang terbaik!

*Cerita di atas adalah kejadian nyata yang dialami oleh Ummi saya.

Categories: FK Unand, Hikmah, Kisah, Look Into Your Heart | Tags: , , , , , , , | 38 Comments

Post navigation

38 thoughts on “Jika Kita Dizalimi (Tribute to Cerebri 07)

  1. Wildan

    Allahu Akbar….. Luar biasa.

    semoga, sekali kita istiqamah, selamanya kita takkan berubah.

  2. Kisah di atas sebenarnya sedang ditulis oleh adik saya untuk dipost di blognya, tapi saya tergerak untuk menulisnya juga karena ada momennya.
    Ahmad, tetap menulis ya…. Kan versi kita beda…. Konsumer blognya juga beda….

  3. Wildan

    syukran..

  4. kemudian apalagi yah ..??

  5. subhanallah,walhamduillah
    bersyukurlah kita…###
    walau di UB masih ada “hal-hal” yang berhubungan dgn jilbab yg seolah belum bebas

  6. Yup,
    Di rumah sakit nanti entah bagaimana nasib kami…. 😦

  7. ipeh rumah baru..hihi jadi gak salah rumah deh

  8. InVinciBle TeTik

    Afwan ijinkan ana menyebarkan tulisan anti untuk di posting di blog ana,sungguh kisah yang menginspirasi…
    salam

  9. okey pasti dong…
    Salam kenal 🙂

  10. tesa07.blogspot.com

    Subhanallah, bagus banget fah, jd crying…
    wah… ganti template, lagi ngidam cookies ya, hiks2

  11. seperti inikah cara biar ter-link?!

  12. maaf comment td cuma coba-coba, salam

  13. “…inna nahrallahi qoriib”
    “…sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat”

  14. “…inna nashrallahi qoriib”
    “…sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat”

  15. ternyata ada juga ya kisah seperti itu,,
    berjuang demi suatu keimanan, salut!!

  16. ryan

    izin dikopi yo?

  17. subhanallah,,,inspiratip

  18. nurul

    maaf ni afifah yg pernah tinggal d skyu bkn??
    kl iy, bisa add fb aku ga nurul hijjah.
    tq y.
    *i hope its you..

  19. fauzan

    waduh saya laki-laki, salut es sama yang akhwat-akhwat, kayanya perjuangannya lebih terasa…….

  20. Asslm.wr.wb
    luar biasa….ini pelajaran yg sangat bharga,

  21. Keputusan yang sangat berat, namun sangat tegas membuat keputusan, salut dua jempol.

  22. Intinya harus sabar dan tetap berdoa kepada allah SWT

  23. Hmm, cerita inspiratif dan banyak memotivasi seperti biasanya ya 😀
    bagus mbak postingannya, buat pengingat juga 😀

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: