Pernah, dalam suatu masa kehidupan, langkah ini terasa sangat berat. Sepertinya masa itu adalah masa yang kritis dalam hidupku sejak aku mengenal tarbiyah. Entah kenapa, dalam minggu-minggu itu, amalan-amalan yang biasanya bisa kukerjakan melebihi target, menjadi hanya memenuhi target bahkan pernah di bawah target. Pekerjaan yang kulakukan juga menjadi tidak optimal. Setelah mencoba memuhasabahi diri, kutemukan beberapa permasalahan yang membuatku terpuruk saat itu.
1. Tidak segera shalat saat mendengar azan, terutama shalat isya
Bukannya langsung mengerjakan shalat, aku justru mendahulukan kegiatan-kegiatan duniawi seperti makan. Karena aku tidak makan sendiri, obrolan pun berlanjut setelah makan selesai. Dan waktu terus berjalan tanpa mau sedikit pun menunggu.
Atau, setelah maghrib, karena sangat lelah, aku tidur sebelum masuk waktu isya. Padahal itu adalah salah satu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan. Meski sudah memasang alarm, tetap saja aku baru bangun setelah larut.
Setiap kali aku terlambat mengerjakan shalat isya, ada beban yang rasanya sangat menekan. Rasa bersalah dan menyesal yang teramat dalam. Dari sini aku mengambil hikmah, seperti pesan pertama dari 10 wasiat Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna: Bergegaslah menunaikan shalat ketika mendengar adzan, walau dalam kondisi bagaimana pun!
2. Meremehkan Al-Quran
Al-Quran adalah pedoman hidup. Berbeda dengan buku-buku kedokteran atau buku lainnya. Namun pada masa itu, Al-Quran tidak menjadi yang pertama, aku lebih mementingkan membaca yang lain atau mengerjakan yang lain padahal hari itu belum optimal membaca Al-Quran. Sebagai sebuah pedoman hidup, yang mencakup segala aspek kehidupan, semestinya Al-Quran dihayati tiap hari dan tidak hanya dibaca sedikit-sedikit. Kalau bisa membaca Guyton, Nelson dan semacamnya sampai berhalaman-halaman, atau menamatkan buku-buku pemikiran bahkan novel dalam waktu singkat, kenapa Al-Quran yang merupakan kitab terutama tidak bisa dibaca banyak? Semestinya semua bisa diseimbangkan. Setiap aku sampai di penghujung hari, rasanya sakit sekali saat menyadari hari itu tidak banyak diisi dengan lantunan Al-Quran. Dan aku teringat wasiat Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna yang kedua : Bacalah Al-Quran, lakukanlah pengkajian, dan dengarkanlah (hal-hal yang bermanfaat tentangnya), atau berdzikirlah kepada Allah. Jangan gunakan sebagian waktumu untuk hal-hal yang tidak berguna!
3. Banyak malas, banyak bergurau dan menunda pekerjaan
Saat itu, dengan seorang yang dekat denganku, aku banyak mengobrolkan hal-hal yang tidak penting. Banyak bergurau dan bercanda. Padahal aku sadar, ada hal lain yang semestinya aku lakukan. Tapi sulit sekali rasanya memindahkan kegiatan yang kulakukan saat itu, hingga di waktu-waktu kritis baru aku mulai melakukan tugas-tugasku. Hasilnya? Tentu bisa ditebak. Barulah kemudian aku menyesal, kenapa tidak dari tadi kukerjakan, padahal hati ini sebenarnya sadar dan berontak. Tapi aku terlalu malas melawan godaan setan yang terkutuk. Baru aku teringat dengan wasiat kelima dan keenam : Jangan banyak tertawa, sebab hati yang berhubungan dengan Allah itu harus senantiasa tenang dan berwibawa! Jangan banyak bergurau, sebab umat yang berjuang tidak mengenal kecuali keseriusan!
Tiga hal itulah yang menjadi masalah utama namun membawaku pada masalah-masalah berikutnya. Sangat disesali, sangat banyak waktuku yang terbuang. Banyak yang terlalaikan. Banyak yang terabaikan. Mestinya aku sudah sampai ke step 7, tapi aku masih stuck di step 4. Aku terlempar jauh dari manisnya iman.
Tapi futur tentu tidak boleh dipelihara. Juga bukan untuk hanya disesali. Tapi kita harus berjuang melawannya dan mengembalikan keimanan kita pada tingkat yang tinggi, lalu senantiasa mempertahankannya dan tidak membiarkannya turun lagi. Karena kadar keimanan akan menentukan tingkah laku dan perbuatan kita. Lalu setiap perbuatan sekecil apapun, yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari akan ditulis dengan rinci di buku catatan amal kita dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat. ALLAH SELALU MENGAWASI KITA.
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau Berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”
tulisan yang bagus sekali fah.
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan Hati kami kepada kesesatan setelah Engkau Berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”
imel jg pernah merasakanny fah..terkadang berulang..
makasih fah..
smoga kita (kita? boleh y fah..hehe) snantiasa diberikan hati yang selalu CERMAT dan CEPAT mengoreksi kelalaian dan kesalahan diri..dan berhati hati dengan Hati.
buat renungan kita semua ini ..
thanks mbak ..
trimakasih mbak artikelnya buat saya ini bisa menjadi pengingat ..
artikel ini membuat saya tersentuh, saya sadar masi melakukan beberapa ..