Jika sesuatu terjadi di luar harapan, jika seseorang mempertanyakan tindakan kita, apa yang akan kita lakukan? Akankah langsung mengevaluasi diri? Atau akan mencari pembenaran dengan menyalahkan situasi bahkan orang lain? Atau akan segera menyangkal dengan emosi karena merasa harga diri dilukai?
Semua manusia pernah melakukan kesalahan. Jika ada yang tidak pernah salah, maka ia bukan manusia. Jadi, tidak mengakui kesalahan artinya tidak mengakui bahwa dirinya adalah manusia.
Apa yang salah dengan mengakui sebuah kesalahan? Ia tidak akan mengurangi harga diri, ia tidak akan menghancurkan image, ia tidak akan membuat kita dijauhi. Ia justru akan membuat kita semakin dihargai. Kesalahan yang diakui akan dengan mudah bisa dimaafkan, dan pelakunya akan mendapat tempat yang lebih tinggi.
Manusiawi mungkin, jika seseorang ingin dikatakan benar. Fitrah barangkali, bahwa manusia tidak suka disalahkan. Namun mengakui kesalahan, tidak sama halnya dengan disalahkan. Mengakui kesalahan adalah sebuah sikap berani yang menunjukkan kebesaran jiwa, kelapangan dada, keluasan pikiran. Ia mencerminkan seseorang yang ingin dirinya dikoreksi, yang ingin menjadi lebih baik.
Apa yang terjadi dengan Ka’ab bin Malik, Murarah bin Ar-Rabi’ah Al-‘Amry, dan Hilal bin Abi Umayyah Al-Waqify saat mereka mengakui kelalaiannya untuk pergi berperang? Memang, mereka dihukum dengan isolasi selama 50 hari. Namun dengan itu dosa mereka diampuni, dan mereka mendapat kehormatan luar biasa dengan menjadi sebab turunnya QS At-Taubah : 117-119.
Mari renungi perkataan luar biasa dari Ka’ab bin Malik,
“Ya Rasulullah, demi Allah, seandainya aku duduk di hadapan seseorang selain engkau, tentu aku dapat terbebas dari kemarahannya dengan mengutarakan alasan, karena aku dikaruniai keahlian berdebat. Demi Allah, engkau akan ridha kepadaku seandainya aku berbohong. Akan tetapi, Allah pasti akan membuat engkau murka kepadaku. Sebaliknya bila aku mengatakan secara jujur, maka engkau akan murka kepadaku. Meski demikian aku tetap mengharapkan kesudahan yang baik dari Allah. Demi Allah, tidak ada suatu udzur pun untukku saat engkau memerintahkan untuk berperang. Demi Allah, saat tertinggal aku berada dalam kondisi lebih kuat dan lebih muda dari hari-hari sebelumnya.”
Bahkan Ka’ab bin Malik dan dua sahabatnya, yang dikenal shalih dan tidak pernah melakukan kesalahan sebelumnya, berani mengakui kelalaian mereka. Mereka telah membuktikan bahwa mengakui kesalahan tidaklah merendahkan harga diri. Dan jika pun ada manusia yang menganggap mereka rendah, sesungguhnya mengakui kesalahan adalah bagian dari taubat yang akan berujung ampunan dari Allah. Itulah kesudahan yang lebih baik. Lalu mengapa kita yang sudah jelas punya banyak kesalahan merasa begitu berat untuk mengakui kesalahan lainnya? Apa bagusnya jika di mata manusia kita adalah seseorang yang hebat tak bercela, sementara di hadapan Allah kita hanyalah seonggok jiwa yang rapuh lagi sombong?
Tidak berlebihan mungkin, jika saya mengapresiasi kata-kata seorang saudara yang mengakui kesalahannya : Karena tidak ada yang bisa dibenarkan. Ya, saya apresiasi sikapnya waktu itu, terutama karena ia hadir di saat kebanyakan orang lain hanya bisa menyalahkan situasi. Saat yang lain mengatakan, afwan tadi kondisinya begini dan begitu, saat yang lain mengatakan itu karena hal ini dan itu. Saat yang lain segera membela diri, ia segera mengevaluasi diri.
Keengganan mengakui kesalahan, hanya akan membuat kita semakin sulit memperbaiki diri. Ia hanya akan membuat orang lain semakin tidak simpati, dan juga enggan untuk memberi saran yang mungkin bernilai sangat tinggi. Saran adalah sebuah bentuk kepedulian, terlalu tinggikah ego kita hingga kita rela menolak kepedulian tersebut?
Mengakui kesalahan adalah sebuah kebaikan yang sudah pasti akan kembali ke diri kita. Mengakui kesalahan akan menumbuhkan kepercayaan. Mengakui kesalahan akan melembutkan hati, membuat kita lebih peka dengan kekurangan diri, menjauhkan dari kesombongan, memberi ruang untuk terus bermuhasabah. Mengakui kesalahan akan membuat kita mudah memaafkan. Mengakui kesalahan akan membuat hati kita tenang, begitu juga hati orang lain. Ah, andai semua kita mau mengakui kesalahan -dengan niat yang ikhlas tentunya-, mungkin bumi ini akan dipenuhi oleh orang-orang baik yang selalu berusaha untuk jadi lebih baik.
Jika kita dipertanyakan atas kesalahan yang tidak kita lakukan, tak apa. Sampaikan saja kebenarannya dengan tenang. Namun setelah itu tetap saja, evaluasi diri kita. Tidak ada salahnya tetap mengatakan maaf. Terimalah kebenaran dari siapapun, sesungguhnya itulah cara Allah untuk memoles kita agar lebih berkilau tiap waktu.
Jadi, mari akui kesalahan, besar ataupun kecil. Mari mulai dari diri sendiri.
*Sebuah evaluasi untuk perbaikan diri. Kritik untuk diri ini selalu dinanti.
btul kak. terkadang kita susah sekali merealisasikannya. padahal jika dipikir2 ia sangat mudah. mungkin betul kata kakak, ego kadang mengalahkan kita.menggelapkan mata kita…
an suka dengan kalimat:
“Saran adalah sebuah bentuk kepedulian, terlalu tinggikah ego kita hingga kita rela menolak kepedulian tersebut?” 😀
tak praktekin ntar. syukron kak.
Sip…
Afwan an..
sip kak…
setuju.
kita memang selalu bikin salah, sadar ato ngga.
walau sudah intropeksi diri terkadang juga masih luput, ketika ada masalah dr kesalahan kita atau pun dr org lain, memang baiknya dikomunikasikan lgsg, tp ego masing2 harus dikesampingkan dulu, agar koreksi/nasehat itu bisa ngefek
ps: td malam nyobain juga yg begini di wisma, hehe, smoga bnyk hikmah yg bs c ambil, smg bs upgrade diri
Yup ce… Semoga berhasil.. ^^
Dikasih saran: OK
Dikritik: boleh juga
Dikritik pedas di depan publik: bisa-bisa aja
Gimana kalo dipitnah…?
*pitnah mempitnah lagi ngetren kan..?
Kalau difitnah, stay calm bang..
Just like what we’re doing..
“Terimalah kebenaran dari siapapun, sesungguhnya itulah cara Allah untuk memoles kita agar lebih berkilau tiap waktu.” ungkapan yang sangat menyentuh..
mari berbenah, menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik lagi…^^
Yup, mari mulai dari diri kita.. ^^
Dimana” memang harus dimulai dari diri kita,bukan hanya dengan melihat dan membandingkan ..
thanks artikelnya buat introspeksi juga 😀